Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

IMPLEMENTASI AKUNTANSI BERBASIS AKRUAL

IMPLEMENTASI AKUNTANSI BERBASIS AKRUAL  


DOWNLOAD FULL

PDF

note:

untuk versi lengkap microsofft word
silahkan berdonasi setelah berdonasi kirim bukti donasi ke email
rudiantokarsono95@gmail.com dalam bentuk Jpg
dokumen akan segera kami kirim ke email anda 
rekening tertera di samping artikel

 



BAB I
PENDAHULUAN
           

1.1.   Latar Belakang Penelitian
            Perjalanan panjang penerapan akuntansi pemerintahan di Indonesia tidak lepas dari perkembangan sistem politik dan pemerintahan, yang berdampak pada perubahan aturan perundang-undangan. Ketentuan peraturan perundang undangan berdampak langsung terhadap laporan keuangan yang menentukan jumlah dan pengungkapan yang dilaporkan dalam laporan keuangan suatu entitas (SPAP, 2014). Semakin meningkatnya tuntutan publik yang sejalan dengan keinginan masyarakat internasional akan akuntabilitas laporan keuangan, pemerintah RI  melakukan reformasi di bidang pengelolaan keuangan negara.
            Reformasi tersebut diawali undang-undang yang mengacu pada  international best practices, dengan lahirnya Undang-Undang No 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan Undang-Undang nomor 15 tahun 2004 tentang  pemeriksaan pengelolaan dan tanggungjawab keuangan Negara. Upaya pemerintah dalam reformasi dengan melakukan pengembangan kebijakan akuntansi berupa Standar Akuntansi Pemerintah, merupakan pedoman pokok dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan pemerintah (Achmad, 2015).         Trend penerapan akuntansi berbasis akrual dalam sektor negara terus berkembang diawali oleh negara-negara ekonomi pasar bebas OECD (Organization for Economic Coperation and Development). Ranah sektor publik memerlukan basis akuntansi yang tepat, karena berpengaruh pada alokasi anggaran dan pemanfaatan biaya pelayanan publik. Secara mendalam Study 14 IFAC Public Sector Committee (2002) menyatakan bahwa pelaporan berbasis akrual bermanfaat dalam mengevaluasi kinerja pemerintah terkait biaya jasa layanan, efisiensi, dan pencapaian tujuan. Sebab itu ditetapkan penerapan akuntansi akrual pada setiap instansi pemerintah, pada awal tahun anggaran 2015.
Pemerintahan Indonesia masih banyak persoalan belum terselesaikan. Penerapan basis akrual pada pemerintahan harus dikaji dan dicari waktu yang tepat, karena memiliki biaya lebih besar dari pada manfaatnya (Halim & Kusufi, 2014). Sumber daya manusia yang kurang memadai, dukungan tehnologi informasi yang lebih rumit, kondisi sosial politik yang kondusif, perlunya dibangun system pengendalian intern yang memadai, serta dukungan dari auditor pemerintah mutlak diperlukan.
Sebelum Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 tahun 2005 tentang SAP berbasis Cash Toward Accrual, UU Nomor 17 Tahun 2003 mencantumkan bahwa selama pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja belum dilaksanakan, maka digunakan basis kas. UU Nomor 17 tahun 2003 pasal 36, menyatakan bahwa Pemerintah Indonesia diharuskan melaksanakan pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja negara sebagai bagian dari pengelolaan keuangan negara menggunakan basis akrual paling lambat dalam lima tahun. PP Nomor 24 tahun 2005 digantikan dengan PP Nomor 71 tahun 2010 sebagai landasan hukum bagi implementasi akuntansi berbasis akrual.
Mengkaji dari hasil survei pada tahun 2015, tercantum bahwa dari 53 Kementerian/Lembaga yang telah memberikan feedback, sebanyak 19,23%  yang belum melakukan komunikasi internal terkait rencana penerapan SAP berbasis akrual,  36,53%  yang belum melakukan pemetaan kebutuhan SDM, dan 46,15%  belum mengalokasikan anggaran khusus (www.dpr.go.id, 2015). Menandakan persiapan yang dilakukan kementerian/lembaga masih memerlukan penyesuaian yang tinggi dan tantangan dalam mengadopsinya.   







Tabel 1.1.
Hasil Survei  53 K/L Persiapan Penerapan SAP Berbasis Akrual Tahun 2015
Jumlah K/L
Permasalahan
10
belum melakukan komunikasi internal
19
belum memetakan kebutuhan SDM
24
belum mengalokasikan anggaran khusus
                        Sumber: DPR RI, 2015 (www.dpr.go.id)
Berdasarkan UU pasal 6 nomor 5 tahun 2006, BPK bertugas memeriksa pengelolaan keuangan Negara oleh pemerintah, lembaga, BI, BUMN, BUMD, dan lembaga pengelola keuangan Negara. Pemeriksaan ini bertujuan memberikan opini apakah Laporan Keuangan yang disajikan secara wajar sesuai dengan SAP. BPK memberikan opini berdasarkan kewajaran penyajiannya. Keberhasilan pengelolaan keuangan Negara jika diperoleh opini WTP. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sebagai kementerian yang berhasil mempertahankan perolehan opini WTP dari BPK RI sejak tahun 2011-2016. Walau masih terdapat catatan-catatan kelemahan dalam  temuan pemeriksaan, walaupun nilainya  tidak material. 
Kemenkeu menerbitkan berbagai kebijakan berupa Peraturan Menteri Keuangan maupun ketentuan pelaksanaan terkait penyusunan laporan keuangan (fungsi regulator). Berfungsi pula selaku eksekutor (pengguna anggaran) sehingga mempunyai kewajiban menyusun Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) sebagai pertanggungjawaban pelaksanaan APBN, Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (LKBUN), dan Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga (LKKL).
Kemenkeu memiliki sebanyak 1100 satuan kerja yang tersebar di seluruh Indonesia, sementara kementerian lain adanya yang hanya mempunyai 8 satuan kerja. Hal ini harus didukung juga dengan pengembangan aplikasi keuangan yang diterapkan terlebih dahulu di Kemenkeu sebagai pilot project. Keberhasilannya menjadi bahan sosialisasi ke instansi pemerintah lain.
SAP tidak menjabarkan secara detail kaidah atau perlakuan akuntansi yang harus menjadi pertimbangan satker satker dalam menghadapi kesehariannya informasi data yang masuk. Sehingga seringkali kementerian? Lembaga harus membuat kebijakan internal dari hasil kesepakatan para penyusun aporan keuangan. Adanya interaksi akuntansi dalam lingkungan sosialnya dalam pengambilan keputusan akuntansi, memotivasi peneliti untuk mencari kedalaman makna dibalik angka angka akuntansi.
Dimensi perilaku akuntansi terkait dengan bagaimana reaksi perilaku manusia terhadap bentuk dan misi laporan akuntansi, cara bagaimana informasi diproses untuk pengambilan keputusan, pengembangan teknik pelaporan, pengembangan strategi yang memotivasi perilaku, juga tujuan para anggota yang menjalankan organisasi (Siegel, 1989). Common sense merupakan bagian etnometodologi dimana merupakan hasil prosedur harian yang berisi pemikiran masing masing anggota saat menciptakan, mempertahankan, dan mengolah rasa akan suatu realitas obyektif pada aturan (Lincolndan Denzin, 1997).
Pendekatan etnometodologi memahami bagaimana orang orang melihat, menerangkan, dan mengurai keteraturan dunia tempat mereka bekerja (Moleong, 2001). Sehingga dapat memotret bagaimana dinamika sebuah organisasi sektor publik harus beradaptasi atas hadirnya PP nomor 71 tahun 2010 tentang akrualisasi sector publik. Meninjau dari fenomena Kementerian Keuangan mengimplementasikan akuntansi berbasis akrual pada penyusunan laporan keuangan, menarik bagi peneliti untuk mengkaji kesepakatan penyusun laporan keuangan (UAPA) dalam  membumikan PP nomor 71 tahun 2010 sebagai bahan penelitian dengan pendekatan etnometodologi.







1.2.   Realita Penelitian
            Beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penerapan akuntansi berbasis akrual di Indonesia diantaranya adalah:
a.       Lestari (2014) melakukan penelitian yang berjudul Pra kondisi penerapan akuntansi berbasis akrual studi pada pemerintah kabupaten Rokan Hulu. Bertujuan untuk menilai kesiapan pra kondisi yang menjadi prasyarat dalam penerapan akuntansi berbasis akrual, yaitu manajemen perubahan, komitmen pimpinan, sumber daya manusia, strategi implementasi, dan teknologi informasi. Metode analisa yang digunakan menggunakan analisis statistik diskriptif. Hasil penelitiannya, menunjukkan pra kondisi yang dilakukan untuk penerapan akuntansi berbasis akrual meliputi: manajemen perubahan, komitmen pimpinan, sumber daya manusia, strategi implementasi, dan sistem teknologi informasi.
b.      Herlina (2013) melakukan penelitian yang berjudul Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kesiapan pemerintah daerah dalam implementasi PP 71 tahun 2010 (studi empiris : kabupaten Nias Selatan). Bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kesiapan pemerintahan daerah Kab. Nias Selatan dalam implementasi PP 71 tahun 2010. Penelitian eksploratif. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis faktor dan studi kasus. Hasil analisis data menunjukkan bahwa kesiapan Pemda Kabupaten Nias Selatan dalam mengimplementasikan PP 71 tahun 2010 dipengaruhi oleh faktor informasi, faktor perilaku, dan faktor keterampilan.
c.       Ida Najati dan Edar Pituringsih (2016) melakukan penelitian berjudul Implementasi Akuntansi Akrual : Pengujian Determinan dan Implikasinya terhadap Kualitas Laporan Keuangan K       ementerian / Lembaga. Bertujuan untuk menguji penerapan di Pemda Jombang yaitu, komitmen, regulasi, kebijakan, pengelolaan SDM dan tehnologi informasinya. Metode penelitian Kualitatif, kuesioner, second order confirmatory factor analysis ( program smartPLS versi 2.0), Evaluasi Outler Model, Evaluasi Inner Model. Hasil penelitiannya: Aplikasi SAIBA tidak berpengaruh terhadap implementasi akuntansi berbasis akrual; Pelatihan Akuntansi berpengaruh terhadap implementasi akuntansi berbasis akrual; Budaya organisasi berpengaruh terhadap implementasi akuntansi berbasis akrual; Implementasi akuntansi berbasis akrual mempunyai nilai implikasi terhadap kualitas LKKL.
d.      Ida Ayu Enny Kiranayanti (2016) melakukan penelitian Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual. Bertujuan untuk mengetahui pengaruh kualitas sumber daya manusia, komunikasi, komitmen organisasi, dan gaya kepemimpinan terhadap kesiapan dalam penerapan standar akuntansi pemerintahan berbasis akrual. Metode analisis kuantitatif, data panel ordered logit. Hasil penelitiannya, Kompetensi sumber daya manusia mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas laporan keuangan pemerintah daerah; Sistem pengendalian intern mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas laporan keuangan pemerintah; Pemahaman atas regulasi sistem akuntansi berbasis akrual mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas laporan keuangan pemerintah daerah.
e.       Nyoman Triyadi Agustiawan (2016) melakukan penelitian Pengaruh Sistem Berbasis Akrual, TI, dan SPIP pada Kualitas Laporan Keuangan dengan Kompetensi SDM sebagai Moderasi. Bertujuan menguji apakah penerapan Sistem Akuntansi berbasis Akrual berpengaruh positif dan signifikan pada Kualitas Laporan Keuangan. Metode analisisnya menggunakan Moderated Regression Analysis (MRA). Hasil Penelitiannya, Teknologi Informasi berpengaruh positif dan signifikan pada Kualitas Laporan Keuangan; Sistem Pengendalian Intern berpengaruh positif dan signifikan pada kualitas Laporan Keuangan; Kompetensi SDM mampu memperkuat pengaruh penerapan sistem akuntansi berbasis akrual.
f.       Etika Sari (2017) melakukan penelitian Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Penerapan Akuntansi Akrual Pemerintahan di Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (Kudus). Metode analisisnya Analisis Regesi Linier Berganda. Hasil Penelitiannya, pendidikan staff keuangan akrual pada PEMDA Kudus belum maksimal; Pelatihan staf keuangan pada PEMDA Kudus belum maksimal; Kualitas teknologi informasi pada PEMDA Kudus belum maksimal; Dukungan konsultan informasi Pada PEMDA Kudus belum maksimal; Pengalaman menjalankan basis kas menuju akrual belum punya; Tingkat Penerapan Akuntansi akrual Pada pemda Kudus belum maksimal.
g.      Ezra Paula Mentu dan Jullie J. Sondakh (2016) melakukan penelitian Penyajian Laporan Keuangan Daerah Sesuai Peraturan Pemerintah No.71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan Pada Dinas Pendapatan Daerah Dan Dinas Sosial Prov. Sulawesi utara. Metode Kualitatif Analisis Deskriptif. Hasil penelitiannya, Penyajian laporan keuangan pada Dinas Pendapatan Daerah dan Dinas Sosial Provinsi SULUT tahun anggaran 2014 dan 2015 belum sesuai dengan PP no 71 tahun 2010; Pada tahun anggaran 2016 pimpinan Dinas Pendapatan Daerah dan Dinas Sosial Provinsi SULUT tahun anggaran 2016 sudah menerapkan sesuai dengan PP no 71 tahun 2010.
h.      Wahyu Purwanto (2015) melakukan penelitian Penerapan Akuntansi Basis Akrual Pada Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta. Metode Analisisnya kualitatif studi kasus. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji strategi, dan proses penerapan, prosedur pencatatan dan penyusunan laporan keuangan, serta kesesuaian penerapan akuntansi berbasis akrual di Pemda DIY dengan PP 71 Tahun 2010 tentang SAP. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Sesuai tujuan penelitian, data yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan analisa tematik, pembuatan eksplansi, dan content analysis. Hasil penelitiannya, untuk mencapai target melakukan strategi; Menyusun kebijakan akuntansi berbasis akrual; Menyiapkan sarana dan prasarana; Menyiapkan sumber daya manusia handal; Membentuk tim uji coba; Menunjuk tiga SKPD pilot project untuk menyusun laporan keuangan basis akrual tahun 2013; Menyusun pedoman penyusunan laporan keuangan daerah dalam rangka uji coba akuntansi berbasis akrual; Membentuk tim pendamping; Mewajibkan semua SKPD untuk menyusun laporan keuangan tahun 2014 berbasis akrual disamping laporan keuangan berbasis cash toward accrual.
i.        Husnil Hayati (2014) melakukan penelitian Evaluasi Penyusunan Laporan Keuangan. Metode analisisnya metode deskriptif kualitatif dengan wawancara, kuisioner dan Focus Group Discussion. Penelitian ini bertujuan membahas kesesuaian isi Laporan Keuangan di Kementerian ESDM Tahun Anggaran 2013 dengan Perdirjen 57/PB/2013, hambatan serta langkah–langkah yang diperlukan oleh para penyusun Laporan Keuangan dalam proses penyusunan Laporan Keuangan di KESDM. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa proses penyampaian Laporan Keuangan KESDM telah mengikuti aturan yang ada, sementara dari isi Laporan Keuangan terutama Catatan atas Laporan Keuangan KESDM masih banyak yang harus disempurnakan.
j.  Ahmad (2016) meneliti faktor yang berpengaruh terhadap resistensi pengguna dalam migrasi dari basis kas menjadi basis akrual di Malaysia. Hasilnya tidak ditemukan adanya resistensi pengguna serta faktor sistem dan teknologi dan opini kolega berpengaruh terhadap resistensi pengguna.
k. Azmi dan Mohamed (2014) juga menemukan penyebab ketidaksiapan  implementasi akrual di Kementerian Pendidikan Malaysia, yakni kurangnya kemampuan pegawai, kurangnya frekuensi pendidikan dan pelatihan tentang akrual, kurangnya informasi road map penerapan dan dukungan dari pimpinan, kesulitan pencatatan data aset, dan pengintegrasian sistem baru akrual kedalam sistem yang telah ada.
m.  Wyk (2007) meneliti bagaimana proses transformasi pelaporan keuangan berbasis akuntansi akrual di pemerintah Afrika Selatan. Hasilnya tidak ada peningkatan yang signifikan dalam beberapa tahun, yang disebabkan oleh tiga hal yakni kurangnya kemampuan staf keuangan di pemerintahan, sistem akuntansi yang tidak sepenuhnya terintegrasi, dan adanya kebutuhan untuk pencatatan aset pertama kalinya.
        Dari realita penelitian menunjukkan bahwa tantangan implementasi berbasis akrual tidak luput dari Sistem Pengendalian Intern, Pemanfaatan Teknologi Informasi, dan Kompetensi Sumber Daya Manusia.   






1.3.    Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang disimpulkan yaitu  “ Bagaimana mengkaji peran penyusun laporan keuangan (UAPA) Kementerian Keuangan dalam membumikan PP nomor 71 tahun 2010 untuk mempertahankan opini WTP?”  

1.4.   Tujuan Penelitian
Penelitian etnometodologi ini bertujuan untuk memahami peran penyusun laporan keuangan (UAPA)  Kementerian Keuangan dalam membumikan PP nomor 71 tahun 2010 untuk mempertahankan opini WTP.

1.5.   Manfaat Penelitian
1.      Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis, berupa pandangan baru pada bidang akuntansi tentang kedalaman makna interaksi akuntansi dalam lingkungan social Kementerian Keuangan.
2.      Bagi peneliti merupakan pengalaman pribadi melakukan penelitian dengan pendekatan etnometodologi yang membutuhkan peneliti untuk ikut terlibat atau berbaur dengan obyek penelitian dan mendapatkan teori-teori baru.
3.      Hasil penelitian diharpkan jadi referensi pihak lain dan peneliti selanjutnya.









BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.     Basis Akuntansi Akrual

International Federation of Accountants pada tahun 2012, merekomendasikan penggunaan akuntansi akrual untuk negara negara G-20 (www.ifac.org). Dalam masa transisi pemerintah, menerapkan SAP berbasis kas menuju akrual yang mengakui pendapatan belanja, dan pembiayaan berbasis kas, serta mengakui asset, utang, dan ekuitas dana berbasis akrual.  Perubahan basis akuntansi dari kas menuju akrual menjadi akrual membawa dampak terhadap perubahan tahapan pencatatan dan jenis laporan keuangan yang dihasilkan. Seiring dengan penerapan basis akrual, proses pelaporan penganggaran akan menghasilkan laporan realisasi anggaran yang tetap mengunakan basis kas, sedangkan untuk pelaporan keuangan lainnya akan menggunakan basis akrual.
Pada tahun 2010, terbitlah PP nomor 71 tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) sebagai pengganti dari PP nomor 24 Tahun 2005. SAP menurut PP nomor 71 Tahun 2010 adalah prinsip prinsip akuntansi yang diterapkan dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan pemerintah. Terkait dengan akrual, Kieso dkk (2007) menyatakan bahwa:
“Information based on accrual accounting generally better indicates a company’s present and continuing ability to generate favorable cash flows than does information limited to the financial effects of cash receipts and payments.”  

Komite Standar Akuntansi Pemerintah Indonesia (2010) menjelaskan bahwa akuntansi berbasis akrual adalah suatu basis akuntansi di mana transaksi ekonomi dan peristiwa lainnya diakui, dicatat, dan disajikan dalam laporan keuangan pada saat terjadinya transaksi tersebut, tanpa memperhatikan waktu kas atau setara kas diterima atau dibayarkan. Sedangkan basis akrual dinyatakan sebagai dasar akuntansi yang mengakui transaksi dan peristiwa lainnya pada saat transaksi dan peristiwa tersebut terjadi, karenanya transaksi-transaksi dan peristiwa-peristiwa dicatat dalam catatan akuntansi dan diakui dalam laporan keuangan pada periode terjadinya ( Halim dan Kusufi , 2014).











 
SAP berbasis akrual dinyatakan dalam bentuk PSAP yang dilengkapi dengan Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan dalam rangka SAP berbasis akrual yang imaksud tercantum dalam lampiran I PP Nomor 71 tahun 2010. Manfaat penerapan akuntansi berbasis akrual , yaitu lebih akuntabel, asset lebih terkelola, dan dapat meningkatkan efisiensi (Wynne, 2004:3)
Menurut Asian Development Bank dalam makalah nya berjudul Accrual Budgeting and Accounting in Government and  its Relevance for Developing Member Countries secara umum terdapat dua model utama dalam penerapan basis akrual pada sistem akuntansi pemerintahan, yaitu big bang dan model bertahap (Wahyu, 2015). Selandia Baru, pelopor pendekatan big bang mampu membuktikan bahwa basis akrual dapat dilaksanakan dengan waktu yang singkat untuk seluruh unit pemerintahan. Sedangkan Amerika Serikat menerapkan model pendekatan bertahap, seperti Inggris baru berhasil setelah 10 tahun dan republic Irlandia setelah 20 tahun (Hyndman & Connolly, 2010)
Tabel 2.3
Kelemahan dan Kelebihan Basis Akrual dan Basis Kas




Standar Akuntansi Berbasis Akrual
Standar Akuntansi Berbasis Kas
Kelemahan
a.        Metode basis akrual digunakan untuk pencatatan
b.        Biaya yang belum dibayarkan secara kas, akan dicatat efektif sebagai biaya sehingga dapat mengurangi pendapatan perusahaan
c.        Adanya resiko pendapatan yang tidak tertagih sehingga dapat membuat mengurangi pendapatan perusahaan
d.        Dengan adanya pembentukan cadangan akan dapat mengurangi pendapatan perusahaan
e.        Perusahaan tidak mempunyai perkiraan yang tepat kapan kas yang belum dibayarkan oleh pihak lain dapat diterima



a.        Metode kas basis tidak mencerminkan besarnya kas yang tersedia
b.        Akan dapat menurunkan perhitungan pendapatan baik, karena adanya pengakuan pendapatan sampai diterimanya uang kas
c.        Adanya penghapusan piutang secara langsung dan tidak mengenal adanya estimasipiutang tidak tertagih
d.        Biasanya dipakai oleh perusahaan yang usahanya relative kecil seperti took, warung, mall (ritel), dan praktik kaum spesialis seperti dokter, pedagang informasi, panti pijat (malah ada yang pakai kartu kredit, tapi ingat kartu kredit dikategorikan juga sebagai basis kas).
e.        Setiapa pengeluaran kas diakui sebagai beban
f.         Sulit dalam melakukan transaksi yang tertunda pembayarannya, karena pencatatan diakui pada saat kas masuk atau keluar
g.        Sulit bagi manajemen untukmenentukan suatu kebijakan ke depannya karena selalu berpatokan pada kas



Kelebihan
a.        Metode basis akrual digunakan untuk pengukuran asset, keajiban, dan ekuitas dana
b.        Beban diakui terjadi transaksi, sehingga informasi yang diberikan lebih andal dan terpecaya
c.        Pendapatan diakui saat terjadi transaksi, sehingga informasi yang diberikan lebih andal dan terpecaya walaupun kas belum diterima
d.        Banyak digunakan oleh perusahaan besar (sesuai dengan ketentuan standar akuntansi keuangan dimna mengharuskan basis akrual).
e.        Piutang yang tidak tertagih tidak akan dihapus secara langsung tetapi akan dihitung ke dalam estimasi piyang tidak tertagih.
f.         Setiap penerimaan dan pembayaran akan dicatat ke dalam masing – masing akun sesuai transaksi yang terjadi
g.        Adanya peningkatan pendapatan perusahaan karena kas yang belum diterima dapat diakui sebagai pendapatan
h.        Laporan keuangan dapat dijadikan sebagai pedoman manajemen dalam menemukan kebijakan perusahaan ke depannya


a.        Metode basis kas digunakan untuk pencatatan pengakuan pendapatan belanja, dan pembiayaan
b.        Beban/biaya belum diakui sampai adanya pembayaran secara kas walaupun beban telah terjadi, sehingga tidak menyebapkan pengurangan dalam penghitungan pendapatan
c.        Pendapatan diakui pada saat diterimanya kas, sehingga benar – benar mencerminkan posisi yang sebenarnya
d.        Penerimaan kas biasanya diakui sebagai pendapatan
e.        Laporan keuangan yang disajikan memperlihatkan posisi keuangan yang ada pada saat laporan tersebut
f.         Tidak perlunya suatu perusahaan untuk membuat pencadaangan untuk kas yang belum tertagih







2.2. Pengelolaan Keuangan Negara
            UU Nomor 15 Tahun 2004  menguraikan pengelolaan keuangan negara yaitu:  keseluruhan kegiatan pejabat pengelola keuangan negara sesuai dengan kedudukan dan kewenangannya yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pertanggungjawaban. Dalam arti manajemen keuangan negara pada hakikatnya merupakan pengelolaan anggaran pendapatan, anggaran belanja, dan pembiayaan.
            Pengelolaan keuangan Negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan dipegang oleh Presiden sebagai Kepala Pemerintahan. Presiden menguasakan kepada menteri/pimpinan lembaga selaku  pengguna anggaran -Chief Operational Officer (COO), kepada Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal yang berkewajiban menyusun Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP), maupun Menteri Keuangan selaku fungsi BUN-Chief Finacial officer (CFO). Masalah utama dalam pengelolaan keuangan Negara yaitu, akuntansi, anggaran, pengendalian, dan audit. Apabila dikelola dengan baik akan tercapai system pengelolaan keuangan public yag transparan dan akuntabel.    
2.3.  Akuntansi Pemerintahan
            Pemerintah sebagai salah satu bentuk organisasi sektor publik memiliki tujuan umum untuk mensejahterakan rakyat. Pemerintah wajib mempertanggungjawabkan  pengelolaan keuangan negara baik keuangannya maupun kinerja Pemerintah. Akuntansi Pemerintahan menurut Hasanah dan Fauzi (2016)  adalah suatu aktivitas pemberian jasa untuk menyediakan informasi keuangan pemerintah berdasarkan proses pencatatan, pengklasifikasian, pengikhtisaran, suatu transaksi keuangan pemerintah serta penafsiran atas informasi keuangan.
Sebagaimana dalam Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, akuntansi didefinisikan sebagai suatu proses identifikasi, pencatatan, pengukuran, pengklasifikasian, pengikhtisaran transaksi dan kejadian keuangan, penyajian laporan serta penginterpretasian atas hasilnya. Menurut Halim dan Kusufi (2014) Akuntansi pemerintahan adalah sebuah kegiatan jasa dalam rangka penyediaan informasi kuantitatif terutama bersifat keuangan dari entitas pemerintah guna pengambilan keputusan ekonomi yang nalar dari pihak pihak yang berkepentingan atas berbagai alternatif tindakan. Akuntansi pemerintahan adalah bidang dalam akuntansi yang berkaitan dengan organisasi pemerintahan.
Akuntansi Pemerintahan dan akuntansi bisnis hakikatnya mempunyai tujuan yang sama yaitu memberikan informasi keuangan atas transaksi keuangan yang dilakukan organisasi tersebut pada periode tertentu. Nuramalia Hasanah (2016) menjelaskan beberapa karakteristik  Akuntansi Pemerintah :
1.      Dalam akuntansi pemerintahan tidak ada laporan laba.
2.      Pemerintah membukukan anggaran ketika anggaran tersebut dibukukan.
3.      Akuntansi pemerintahan bisa meggunakan lebih dari satu jenis dana.
4.      Akuntansi pemerintahan akan membukukan pengeluaran modal dalam perkiraan neraca dan hasil operasional.
5.      Akuntansi pemerintahan bersifat kaku karena sangat bergantung pada peraturan perundang-undangan.
6.      Di dalam akuntansi pemerintahan tidak ada perkiraan modal dan laba ditahan di dalam neraca.
Komite Standar Akuntansi Pemerintahan (2010) menyatakan bahwa terdapat entitas akuntansi dan entitas pelaporan. Entitas akuntansi merupakan unit pada pemerintahan yang mengelola anggaran, kekayaan, dan kewajiban yang menyelenggarakan akuntansi dan menyajikan laporan keuangan atas dasar akuntansi yang diselenggarakan. Entitas pelaporan merupakan unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau lebih entitas akuntansi yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan wajib menyajikan laporan pertanggungjawaban, berupa laporan keuangan yang bertujuan umum, yang terdiri dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, masing masing kementerian negara atau lembaga di lingkungan pemerintah pusat, dan satuan organisasi di lingkungan pemerintah pusat/daerah atau organisasi lainnya, jika menurut peraturan perundang-undangan satuan organisasi dimaksud diwajibkan menyajikan laporan keuangan.









2.4.   Laporan Keuangan Pemerintahan
            Setiap entitas pelaporan mempunyai kewajiban untuk melaporkan upaya upaya yang telah dilakukan serta hasil yang dicapai dalam pelaksanaan kegiatan dalam bentuk laporan keuangan pada satu periode pelaporan untuk kepentingan akuntabilitas, manajemen, transparansi, keseimbangan antar generasi, evaluasi kinerja (Kementerian keuangan RI, 2014). Tujuan umum laporan keuangan adalah menyajikan informasi mengenai posisi keuangan, realisasi anggaran, hasil operasi, dan perubahan ekuitas suatu entitas pelaporan yang bermanfaat bagi para pengguna dalam membuat dan mengevaluasi keputusan mengenai alokasi sumber daya.
            Berdasarkan Kerangka Konseptual PP 71 Tahun 2010 tentang SAP, laporan keuangan yang berkualitas adalah laporan keuangan yang mampu menyajikan informasi keuangan yang sejalan dengan karakteristik kualitatif yaitu relevan, andal, dapat dibandingkan, dan dapat dipahami. Relevan yaitu apabila informasi yang termuat dalam laporan keuangan dapat memengaruhi keputusan pengguna melalui evaluasi peristiwa masa lalu atau masa kini dan prediksi masa depan, serta menegaskan atau mengoreksi hasil evaluasi di masa lalu. Andal yakni apabila informasi dalam laporan keuangan bebas dari pengertian menyesatkan dan kesalahan material, menyajikan setiap fakta secara jujur dan dapat diverifikasi. Dapat dibandingkan artinya informasi yang termuat dalam laporan keuangan dapat dibandingkan dengan laporan keuangan periode sebelumnya. Dapat dipahami berarti informasi yang disajikan dapat dipahami oleh pengguna.
            Penyajian Laporan Keuangan sebagaimana berikut :
a.       Laporan keuangan harus menyajikan secara wajar posisi keuangan, realisasi anggaran, saldo anggaran lebih, arus kas, hasil operasi, dan perubahan ekuitas disertai pengungkapan yang diharuskan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
b.      Aset disajikan berdasarkan karakteristiknya menurut urutan likuiditas, sedangkan kewajiban disajikan menurut urutan waktu jatuh temponya.
c.       Laporan Operasional menggambarkan pendapatan dan beban yang dipisahkan menurut karakteristiknya dari kegiatan utama/operasional entitas dan kegiatan yang bukan merupakan tugas dan fungsinya.
            Konsistensi laporan keuangan sebagai berikut:
a.       Perlakuan akuntansi yang sama diterapkan pada kejadian yang serupa dari satu periode ke periode lain oleh suatu entitas pelaporan (prinsip konsistensi internal). Hal ini tidak berarti bahwa tidak boleh terjadi perubahan dari satu metode akuntansi ke metode akuntansi yang lain. Metode akuntansi yang dipakai dapat diubah dengan syarat bahwa metode yang baru diterapkan mampu memberikan informasi yang lebih baik dibanding metode lama. Pengaruh atas perubahan penerapan metode ini diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
b.      Penyajian dan klasifikasi pos-pos dalam laporan keuangan antar periode harus konsisten, kecuali:
1)      terjadi perubahan yang signifikan terhadap sifat operasi entitas pemerintahan; atau
2)      perubahan tersebut diperkenankan oleh Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP).
c.       Apabila penyajian atau klasifikasi pos-pos dalam laporan keuangan diubah, maka penyajian periode sebelumnya tidak perlu direklasifikasi tetapi harus diungkapkan secara memadai di dalam CaLK.
            Pada prinsipnya laporan keuangan menunjukkan apa yang terjadi pada suatu entitas di masa lampau. Meskipun demikian, hal ini tergantung dari perspektif akuntan yang menyiapkan bukti pendukung. Menurut Granof dan Wardlow (2011), terdapat dua perspektif, yakni:
1.      User Adjustments. Users of financial statements can be indifferent to how an entity’s fiscal story is told, as long as they are given adequate information to reconfigure the statements to a preferred form.
2.      Economic Consequences. Important decisions are made based on financial data, as presented and without adjustment

















2.4.1.      Komponen Laporan Keuangan Pemerintah
Menurut Dr Indra Bastian, MBA (2001) International Public Sector Accounting Standard (IPSAS) komponen pelaporan keuangan sebagai berikut:
a) Laporan Posisi Keuangan
b) Laporan Kinerja Keuangan
c) Laporan Perubahan Ekuitas
d) Laporan Arus Kas
e) Kebijakan Akuntansi dan Catatan Atas Laporan Keuangan
Menurut KSAP (2010) komponen laporan keuangan pemerintah terdiri :
a. Laporan Realisasi Anggaran (LRA)
b. Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih (Laporan Perubahan SAL)
c. Neraca
d. Laporan Operasional (LO)
e. Laporan Arus Kas (LAK)
f. Laporan Perubahan Ekuitas (LPE)
g. Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK)
           
Berdasarkan SAP (2010), laporan keuangan merupakan laporan yang terstruktur mengenai posisi keuangan dan transaksi transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas pelaporan. Atas peranan laporan keuangan, pelaporan keuangan seharusnya ditujukan agar dapat menyajikan informasi yang bermanfaat bagi para pengguna laporan keuangan yang menilai akuntabilitas dan membuat keputusan baik ekonomi, sosial, maupun politik. Akuntabilitas merupakan tujuan utama dari seluruh pelaporan keuangan di pemerintah. GASB juga membagi tujuan akuntabilitas kedalam tiga hal, yaitu:
1.      Interperiod equity. Financial reporting should provide information to determine whether current-year revenues were sufficient to pay for current-year services.
2.      Budgetary and fiscal compliance. Financial reporting should demonstrate whether resources were obtained and used in accordance with the entity’s legally adopted budget.
3.      Service efforts costs and accomplishments. Financial reporting should provide information to assist users in assessing the service efforts cost and accomplishment of the governmental entity.


2.5.    Tantangan Implementasi Basis Akrual

2.5.1. Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP)
            Pengertian Sistem Pengendalian Intern menurut PP Nomor 60 tahun 2008: adalah proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan, asset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang undangan. Tujuannya yaitu, keandalan pelaporan keuangan, kepatuhan terhadap UU dan peraturan yang berlaku, efektivitas dan efisiensi operasi.
            Terdiri dari lima unsur sebagai berikut :
1.      Lingkungan Pengendalian
2.      Penilaian Risiko
3.      Kegiatan Pengendalian
4.      Informasi dan komunikasi
5.      Pemantauan Pengendalian Intern
Pengendalian internal atas pelaporan keuangan itu dikenal dengan Internal Control Over Financial Reporting. ICOFR ini merupakan pengendalian yang secara khusus didesain untuk mengatasi risiko-risiko yang ada dalam proses penyusunan laporan keuangan, sehingga dapat diandalkan dan sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku. Pengendalian internal sendiri meliputi proses dan prosedur yang didesain untuk memastikan keamanan asset suatu entitas dan kegiatan operasional entitas dapat dilaksanakan sesuai dengan kebijakan prosedur, dan peraturan perundangan yang berlaku. Perubahan standar, sistem, sehingga ini perlu kita lakukan untuk memperoleh pemahaman atas internal control sendiri, jadi apakah sistem yang ada itu mampu menghasilkan laporan keuangan yang sesuai dengan standar akuntansi atau tidak.
Pengendalian internal dalam proses penyusunan laporan keuangan (ICOFR) terdiri dari tiga level pengendalian.
1.      Pengendalian internal pada tingkat entitas (Entity Level) meliputi tiga komponen pengendalian, yaitu lingkungan pengendalian, penilaian risiko, dan pemantauan pengendalian intern;
2.      Pengendalian internal pada tingkat Transaksi (Transaction Level) meliputi komponen kegiatan pengendalian, yang antara lain terkait dengan pengendalian pada proses bisnis entitas yang mempengaruhi penyusunan laporan keuangan;
3.      Pengendalian internal pada tingkat pengendalian umum teknologi informasi (Information Technology General Conrol) meliputi komponen informasi dan komunikasi yang diantaranya terkait dengan pengendalian pada sistem informasi dalam penyusunan laporan keuangan.
            Satuan Kerja (satker) Kementerian Keuangannya yaitu Ditjen Perbendaharaan Negara, Ditjen Anggaran, Ditjen Perimbangan Keuangan, Ditjen Pajak, dan Ditjen Kekayaan Negara.
1.      Lingkungan pengendalian yang diciptakan oleh entitas belum sepenuhnya mendukung penyusunan laporan keuangan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP).
2.      Pelaksanaan evaluasi mandiri terhadap capaian efektivitas pelaksanaan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) belum dapat menjamin penyusunan LKKL, LKBUN, dan LKPP berbasis akrual berdasarkan sistem pengendalian yang memadai.
3.      Desain dan implementasi pengendalian internal belum sepenuhnya memadai dalam proses pencatatan transaksi akuntansi, pengamanan aset, rekonsiliasi, dan pengendalian fraud dalam penyusunan laporan keuangan satker dan proses konsolidasi LKKL, LKBUN, dan LKPP.
4.      Pengendalian umum dan aplikasi sistem informasi pelaporan keuangan pemerintah pusat belum sepenuhnya memadai untuk menghasilkan LKKL, LKBUN, dan LKPP.
Belum efektifnya desain dan implementasi ICOFR untuk menjamin kewajaran LKKL, LKBUN, dan LKPP terlihat dari beberapa permasalahan. Pemerintah Pusat juga belum memiliki kebijakan untuk mengakui dan mengukur aset atau pendapatan pajak yang dibayar atau dilaporkan ditahun berikutnya, sebelum penerbitan laporan keuangan untuk dicatat sebagai aset/ pendapatan pajak ditahun berjalan selain itu, pajak yang dipungut oleh Bendahara dan sampai akhir periode pelaporan belum disetorkan ke Kas Negara belum diakui sebagai Pendapatan/ Piutang Pajak tahun berjalan.
Kenyataannya, pernyataan tanggung jawab yang ditandatangani oleh Menteri/Pimpinan Lembaga tersebut belum didasari pada suatu mekanisme Control Self Assessment yang mendukung pernyataan mengenai memadainya pengendalian internal dalam penyusunan laporan keuangan. Ketentuan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 32/KMK.09/2013 tentang Kerangka Kerja Penerapan Pengendalian Intern dan Pedoman Teknis Pemantauan Pengendalian Intern di Lingkungan Kementerian Keuangan belum mengatur mengenai mekanisme pemantauan pengendalian internal. Termasuk penilaian risiko, dalam penyusunan laporan keuangan pemerintah pusat. Proses pengendalian menyatu pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai. 







2.5.2.  Pemanfaatan Teknologi Informasi Berbasis Akrual
            Teknologi informasi menurut Martin, Brown, De Hayes, Hofer dan Perkins (2002:1) adalah teknologi computer yang digunakan untuk mengirimkan informasi. Definisi teknologi informasi mencakup semua bentuk teknologi yang digunakan dalam menangkap, manipulasi, mengkomunikasikan, menyajikan dan menggunakan data yang akan diubah menjadi informasi. Wikinson et al (2000:34) menyatakan bahwa :
            information technology includes computers (mainframes, mini, micro), software, databases, networks (internet, intranet), electric commerce, and other types of related technologies “.
           
            Teknologi informasi selain sebagai teknologi computer (hardware dan software) untuk memproses dan menyimpan informasi juga berfungsi sebagai teknologi komunikasi untuk penyebaran informasi. Total volume anggaran dan pendapatan dan belanja Negara dari tahun ke tahun semakin meningkat. Dari sisi akuntansi hal itu menunjukan bahwa volume transaksi keuangan pemerintah semakin besar dan semakin rumit juga kompleks. Pemerintah berkewajiban untuk mengembangkan dan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi untuk meningkatkan kemampuan dalam mengelola keuangan daerah.
            Pemanfaatan teknologi informasi yang meliputi teknologi computer dan teknologi komunikasi dalam pengelolaan keuangan daerah untuk meningkatkan pemrosesan transaksi dan data yang lainya.keakurasian dalam perhitungan serta penyiapan laporan dan output lainya lebih tepat waktu. Pemerintah dalam meminimanisir penolakan perubahan basis, mendukung Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan sebagai barisan terdepan dalam implementasi akuntansi berbasis akrual dengan merancang aplikasi Sistem Akuntansi Instansi Berbasis Akrual (aplikasi SAIBA). Satuan kerja sudah menggunakan aplikasi SAIBA sejak bulan Januari 2015.
            Hal lain yang harus menjadi perhatian adalah kesiapan dan kemauan untuk menerima dan melaksanakan perubahan, karena akuntansi akrual akan merubah banyak hal dalam sistem dan prosedur organisasi yang selama ini sudah dijalankan (Ichsan, 2013:59). Dimulai pelatihan SAIBA sebagai operator dan pelatihan SAIBA sebagai manajerial untuk eselon 3 dan eselon 4. Disamping itu untuk persediaan menggunakan Aplikasi Persediaan dan untuk aplikasi lainnya menggunakan SIMAK BMN.
2.5.3. Kompetensi SDM
Kompetensi SDM menurut Spencer (1993:9) merupakan suatu karateristik yang mendasari kepribadian seseorang yang menyebabkan saling berkaitan dengan kriteria keperilakuan yang efektif dan atau kinerja yang unggul dalam pekerjaan atau situasi tertentu Sumber daya manusia yang melakukan proses penyusunan Laporan Keuangan sangat berperan penting, namun sayangnya sumber daya nya masih sangat terbatas. Hal ini menimbulkan pengaruh dalam penyusunan Laporan Keuangan.
Sumber daya manusia adalah penyangga untuk mendapat mencapai tujuan dari organisasi. Kemampuan sumber daya manusia adalah suatu organisasi atau lembaga dapat dilihat dari pencapaian tujuan dan efektivitas serta efisiensi kinerja yang menghasilkn outcomes (Soimah, 2014). Kualitas sumber daya manusia adalah kemampuan sumber daya manusia untuk melaksanakan tugas dan tanggun jawab yang diberikan kepadanya dengan bekal pendidikan, pelatihan, dan pengalaman yang cukup memadai (Ariesta, 2013). Kompetensi menurut Guy et al. (2002) adalah pengetahuan dan keahlian yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas.












Gambar 2.1
Kerangka Penelitian
Laporan Keuangan berbasis akrual baru dua tahun berjalan. Kementerian Keuangan sebagai regulator dan eksekutor telah berhasil mempertahankan opini WTP walaupun dengan beberapa catatan. Rentang kendali sebanyak 1100 satker yang tersebar di Indonesia memerlukan suatu strategi khusus untuk menjaga validitas laporan keuangan.

 










Kajian Teori
1.    Teori Perubahan
2.    Pengelolaan Keuangan Negara
3.    Akuntansi Pemerintahan
4.    Laporan Keuangan
5.    Pedoman  Penyusunan Laporan Keuangan KEMENKEU
6.     
Rumusan Masalah :
Bagaimana menafsirkan implementasi akuntansi berbasis akrual pada penyusunan LK Kemenkeu
Hasil:
Tafsir implementasi akuntansi berbasis akrual pada penyusunan Laporan Keuangan Kementerian Keuangan
Proses Analisis dengan Pendekatan Etnometodologi
1.      Identifikasi tafsir implementasi akuntansi berbasis akrual pada penyusunan Laporan Keuangan Kementerian Keuangan
2.      Identifikasi bagaimana Kementerian Keuangan menafsirkan tindakan sehari-harinya melakukan tindakan atau kegiatan terkait penyusunan laporan keuangan
Metode Penelitian:
Kualitatif dengan metode Etnometodologi


Posting Komentar untuk "IMPLEMENTASI AKUNTANSI BERBASIS AKRUAL "

POPULER SEPEKAN

Mengapa Domain Penting untuk Bisnis
Gambar
Tugas Makalah Kewarganegaraan Perpajakan di Indonesia
Makalah Ojt Alfamart Sebagai Crew
Persebaran flora dan fauna di indonesia beserta gambarnya
4 Tempat Wisata Terbaik di Purbalingga Jawa Tengah
Cerita Rakyat|Roro Anteng di Gunung Bromo
Pengalaman Kerja di Transjakarta (PLH) (PLB)
Anda Mencari Risetter Adjustment Program epson l3110 di sini
Cara Mengatasi Mesin Foto Copy E0100-0001 Canon IR 5000